Adalah saya yang resah mematut diri di kaca. Tiga jerawat besar-besar nongkrong di lokasi paling strategis di wajah : pipi, dagu, dan hidung.
Seandainya saja tidak harus pergi.
Tapi tak mungkin absen dari acara yang jauh-jauh hari telah saya iyakan, launching buku seorang teman di sebuah toko buku di Jakarta.
Tetapi jerawat ini sungguh membuat saya enggan kemana-mana.
"Kenapa sih, Bunda?"
Si sulung yang sejak tadi modar-mandir, ternyata menangkap kegelisahan itu.
"Nggak. Bunda tiba-tiba jadi nggak pede aja,"
Caca menunjukkan keheranannya.
"Kenapa?" Bunda kan udah rapi. Kerudungnya cocok kok dengan baju dan rok kotak-kotak Bunda,"
Saya menghembus napas kesal.
"Bukan itu, Ca...tapi ini," telunjuk saya mengarah ke tiga jerawat yang begitu betah berhari-hari tak pergi dari wajah.
"Jerawat Bunda?"
Saya mengangguk frustasi. Ingin rasanya memencet habis jerawat besar-besar itu. Tapi bagaimana jika infeksi? Belum lagi kemerahan yang pasti tidak akan hilang dalam satu dua hari. Terus terang saya agak paranoid soal memencet jerawat. Soalnya saya pernah bertemu dengan seorang gadis yang setengah wajahnya bengkak, gara-gara terinfeksi saat memencet jerawat.
"Gimana ya, Ca?"
Caca geleng-geleng kepala sambil tertawa, 'tua' sekali gayanya.
"Bunda...Bunda..." ujarnya sambil menepuk pundak saya.
"Kan Bunda sendiri yang pernah bilang, penampilan nggak penting. Yang penting kalau Bunda ngisi seminar, Bunda ngisinya bagus. Kalau Bunda baca cerpen, Bunda baca cerpennya bagus. Kalau Bunda nasyid bareng Bestari (Tim Nasyid yang didirikan Asma- red), nyanyinya bagus. Pede aja lagi, Bunda!"
Sekarang saya yang tersipu malu. Caca telah menohok saya di tempat yang tepat. Membalikkan kalimat yang pernah saya sampaikan padanya, dulu sekali.
Saya pun mengangkat wajah di kaca, mencoba tersenyum, mencium anak-anak, lalu melangkah keluar.
Kali ini dengan hati lebih ringan.
From : Bisa! by Asma Nadia
Saudaraku,
Do’akanlah orangtuamu,
Berbuat baiklah pada mereka,
Sebelum kamu menyesalinya!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)