Matanya tidaklah lentik, namun sangat memancarkan keteduhan.
Tampilannya pun biasa, bukan penuh permak atau berlapis bedak. Sangat natural
ketika dilihat. Tapi sekali lagi aku merasakan sebuah keanehan saat bersama
perempuan ini. Dia yang selalu menggandeng kesejukan hati dalam setiap aku
mengingatnya. Keharuman damai yang akan terasa tersebar dalam lingkungan yang
melingkupinya. Terutama kepadaku.
Alunan kalimatnya tidak terlalu banyak menggambarkan kata,
hanya sesaat, namun penuh makna. Mengajak siapa saja yang mendengarnya berpikir
dan merenung. Sama sekali tiada kalimat tersia- tersia tanpa berkah. Tiada
kekasaran apalagi cacian yang menghapus elegannya seorang wanita.
Aku memperhatikan, saat dia berjalan, dan saat dia bekerja,
dzikrullah selalu terlantun mengiringi langkah kakinya. Perumpamaan tapak kaki
yang penuh dengan bekas bunga, meninggalkan keharuman bagi detik- detik yang
berlalu dengan penuh kedamaian. Semua terasa sangat indah bagi pasang mata yang
menyaksikan.
Aku memperhatikan, saat dia sedih ataupun bahagia, yang
terjadi hanya sekedarnya. Tidak terlalu dia larut dalam pada keduanya.
Akupun juga memperhatikan, saat terdalam baginya adalah
ketika terbenam kepalanya dalam sujud dan kedekatan yang sangat dengan sang
maha Rahman. Tiada waktu ataupun celah yang dapat mengusiknya karena keindahan
kedekatan hubungan dengan sang maha Pencipta. Aroma kedamaian ini pula yang
akhirnya disebarkanya ke seluruh bagian rumah.
Siapa yang dapat menandingi kesantunannya dalam menghormati
aku, lihatlah betapa ketundukan melingkupi ruang batin dan raganya. Sampai-
sampai aku mulai sungkan untuk lebih memerintahnya ini dan itu.
Ingin rasanya marah kepadanya, saat dia menerima nafkah
dariku yang seadanya, malah dengan sebuah kebanggaan dan kesyukuran yang
sangat. Tak ada, tak ada sama sekali tuntutan atas sebuah ego duniawi, yang ada
malah semangat yang diberikannya kepadaku hari demi hari demi sebuah tanggung
jawabku sebagai kepala keluarga. Ketabahannya mendampingiku, merupakan sebuah
cambuk yang membuat aku semakin malu saat aku tak dapat lebih membahagiakannya.
Dialah perhiasan paling berharga, ratu tercantik yang
membuat biadadari cemburu kepadanya. Tanpanya rumahku seakan tiada lagi
berharga. Dia mendidik anak-anakku dengan baik dan membimbing adab dengan baik
pula.
Mungkin aku dapat menyebut diriku sebagai lelaki yang begitu
sangat beruntung di dunia. Ya, apalagi kebutuhan seorang suami yang lebih besar
dari pada pengertian, penghargaan dan kesabaran pendamping belahan jiwanya. Dan
tiada kesedihan yang lebih besar bagi para suami selain akhlak buruk, dan
hilangnya penghargaan serta ribetnya tuntutan dari istrinya.
Ah, rasanya ingin aku umumkan kepada dunia bahwa aku merasa
telah sangat lengkap dan begitu bahagiasebagai lelaki. Akan aku jaga baik- baik
wanita bidadari surgaku ini. Karena Dialah istri kesayanganku.
CP* from : Teman Facebook