Kisah ini diceritakan oleh Bp Chappy Hakim (mantan KSAU). Pada tahun
1969, saya mengikuti latihan para dasar, terjun payung statik di
pangkalan Udara Margahayu Bandung. Menjalani latihan yang cukup berat
bersama dengan lebih kurang 120 orang dan ditampung dalam dua barak
panjang tempat latihan terjun tempur.
Setiap
makan pagi, siang dan malam hari yang dilaksanakan di barak, kami
memperoleh makanan ransum latihan yang diberikan dengan ompreng dan atau
rantang standar prajurit. Diujung barak tersedia drum berisi sayur, dan
disamping nya ada sebuah karung plastik berisi kerupuk milik seorang
ibu setengah baya warga sekitar asrama prajurit yang dijual kepada siapa
saja yang merasa perlu untuk menambah lauk makanan jatah yang terasa
kurang lengkap bila tidak ada kerupuk. Sang ibu paruh baya ini, tidak
pernah menunggu barang dagangannya.
Setiap pagi, siang dan malam
menjelang waktu makan dia meletakkan karung plastik berisi krupuk dan
disamping nya diletakkan pula kardus bekas rinso untuk uang, bagi orang
yang membeli kerupuknya. Nanti setelah selesai waktu makan dia datang
dan mengemasi karung plastik dengan sisa kerupuk dan kardus berisi uang
pembayar kerupuk.
Iseng, saya tanyakan, apakah ada yang nggak
bayar Bu? Jawabannya cukup mengagetkan, dia percaya kepada semua siswa
latihan terjun, karena dia sudah bertahun-tahun berdagang kerupuk di
barak tersebut dengan cara demikian. Hanya meletakkan saja, tidak
ditunggu dan nanti setelah semuanya selesai makan dia baru datang lagi
untuk mengambil sisa kerupuk dan uang hasil jualannya. Selama itu, dia
tidak pernah mengalami defisit. Artinya tidak ada satu pun pembeli
kerupuk yang tidak bayar. Setiap orang memang dengan kesadaran mengambil
kerupuk, lalu membayar sesuai harganya. Bila dia harus bayar dengan
uang yang ada kembaliannya, dia bayar dan mengambil sendiri uang
kembaliannya di kotak rinso kosong tersebut.
Demikian
seterusnya. Beberapa pelatih terjun, bercerita bahwa dalam
pengalamannya, semua siswa terjun payung yang berlatih disitu dan
menginap dibarak latihan tidak ada yang berani mengambil kerupuk dan
tidak bayar. Mereka takut, bila melakukan itu, khawatir payung nya tidak
mengembang dan akan terjun bebas serta mati berkalang tanah.
Sampai
sekarang, saya selalu berpikir, mengapa orang sebenarnya bisa jujur dan
dapat dipercaya, hanya karena pintu kematian berada didepan wajahnya.
Yang saya pikirkan, bagaimana caranya membuat manusia setiap saat berada
dalam kondisi atau suasana latihan terjun, mungkinkah?
from : http://kisah-renungan.blogspot.com
Saudaraku,
Do’akanlah orangtuamu,
Berbuat baiklah pada mereka,
Sebelum kamu menyesalinya!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)