Blogroll

Saudaraku, Do’akanlah orangtuamu, Berbuat baiklah pada mereka, Sebelum kamu menyesalinya!

Bangga Menjadi Ibu Rumah Tangga

Hebat rasanya ketika mendengar ada seorang wanita lulusan sebuah universitas ternama telah bekerja di sebuah perusahaan bonafit dengan gaji jutaan rupiah per bulan. Belum lagi perusahaan sering menugaskan wanita tersebut terbang ke luar negeri untuk menyelesaikan urusan perusahaan. Tergambar seolah kesuksesan telah dia raih. Benarkah seperti itu?

Kebanyakan orang akan beranggapan demikian. Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi akan dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak dari wanita muslimah bergeser dari fitrohnya.

Beranggapan bahwa sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal d rumah menjadi ibu, tapi sekarang saatnya wanita ‘menunjukkan eksistensi diri’ di luar. Menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah.

Kita bisa dapati ketika seorang ibu rumah tangga ditanaya teman lama “Sekarang kerja dimana?” rasanya terasa berat untuk menjawab, berusaha mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan suara lirih sambil tertunduk “Saya adalah ibu rumah tangga”. Rasanya malu! Apalagi jika teman lama yang menanyakan itu “sukses” berkarir di sebuah perusahaan besar. Atau kita bisa dapati ketika ada seorang muslimah lulusan universitas ternama dengan prestasi bagus atau bahkan berpredikat cumlaude hendak berkhidmah di rumah menjadi seorang isteri dan ibu bagi anak-anak, dia harus berhadapan dengan “nasehat” dari bapak tercintanya : “Putriku! Kamu kan sudah sarjana, cumlaude lagi! Sayang kalau cuma di rumah saja ngurus suami dan anak.” Padahal, putri tercintanya hendak berkhidmat dengan sesuatu yang mulia, yaitu sesuatu yang memang menjadi tanggung jawabnya. Menjadi pendamping suami, mengurus rumah tangga.

Seorang ulama mengatakan, bahwa perbaikan masyarakat bisa dilakukan dengan dua cara : Pertama perbaikan secara lahiriah, yaitu perbaikan yang berlangsung di pasar, mesjid, dan berbagai urusan lahiriyah lainnya. Hal ini banyak didominasi oleh kaum lelaki, karena merekalah yang sering nampak dan keluar rumah. Kedua, perbaikan masyarakat di balik layar, yaitu perbaikan yang dilakukan di dalam rumah. Sebagian besar peran ini diserahkan pada kaum wanita sebab wanita merupakan pengurus rumah.

Pertumbuhan generasi suatu bangsa adalah pertama kali berada di buaian para ibu. Ini berarti seorang ibu telah mengambil jatah yang besar dalam pembentukan pribadi sebuah generasi. Ini adalah tugas yang besar! Mengajari mereka kalimat “Laa ilaha illallah, menancapkan tuhid ke dada-dada mereka, menanamkan kecintaan pada Al-Qur’an dan As Sunnah sebagai pedoman hidup, kecintaan pada ilmu, kecintaan pada Al-Haq, mengajari mereka bagaimana beribadah pada Allah yang telah menciptakan mereka, mengajari mereka akhlak-akhlak mulia, mengajari mereka bagaimana menjadi pemberani tapi tidak sombong, mengajari mereka untuk bersyukur, mengajari bersabar, mengajari mereka arti disiplin, tanggung jawab, mengajari mereka rasa empati, menghargai orang lain, memaafkan dan masih banyak lagi.

Termasuk di dalamnya hal yang menurut banyak orang dianggap sebagai sesuatu yang kecil dan remeh, seperti mengajarkan kepada anak adab ke kamar mandi. Bukan hanya sekedar supaya anak tau bahwa masuk kamar mandi itu dengan kaki kiri, tapi bagaimana supaya hal semacam itu bisa menjadi kebiasaan yang lekat padanya. Butuh ketelatenan dan kesabaran untuk membiasakannya.

Siapa yang menanam dia akan menuai benih.
Bagaimana rasanya hati seorang ibu melihat anak-anaknya tumbuh? Ketika tabungan anak kita menumpuk,lalu kita bertanya “Mau untuk apa nak, tabungannya?” mata rasanya haru ketika anak menjawab “Mau buat beli CD murotal, Ma!” Padahal anak-anak lain kebanyakan akan menjawab “Mau buat beli PS!” atau ketika ditanya tentang cita-cita, “Adek pengen jadi ulama!” haru endengar jawaban ini dari seorang anak, tatkala anak-anak seusianya bermimpi “Pengen jadi superman!”

Jiwa seperti ini bagaimana membentuknya? Butuh seorang pendidik yang ulet dan telaten. Bersungguh-sungguh, dengan tekad yang kuat. Seorang yang sabar untuk seetiap hari menempa dengan dibekali ilmuyang kuat. Penuh dengan tawakal dan bergantung pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu, jika seperti ini, bisakah kita begitu saja menyerahkan masa depan anak-anak kepada pembantu, atau embiarkan anak tumbuh begitu saja?

Setelah kita memahami besarnya peran dan tanggung jawab seorang ibu sebagai seorang pendidik, melihat realita yang ada sekarang, sepertinya keadaannya menyedihkan! Tidak semua memang, tapi banyak dari para ibu yang sibuk bekerja dan tidak memperhatikan bagaimana pendidikan anak mereka. Tidak memperhatikan bagaimana aqidah mereka, apakah terkotori dengan kehidupan yang rusak di akhir zaman atau tidak. Bagaimana ibadah mereka, apakah sholat mereka sudah benar atau tidak, atau malah tidak mengerjakannya?

Bagaimana mungkin pekerjaan menancapkan tauhid di dada-dada generasi muslim bisa dibandingkan dengan gaji jutaan rupiah di perusahaan bonafit? Sungguh! Sangat jauh perbandingannya.

Anehnya lagi, banyak ibu-ibu yang tinggal di rumah namun tidak juga mereka memperhatikan pendidikan anaknya, bagaimana kepribadian anak mereka dibentuk. Penulis sempat sebentar tinggal di daerah yang sebagian besar ibu-ibunya menetap di rumah tapi sangat acuh dengan pendidikan anak-anak mereka. Membesarkan anak seolah hanya sekedar memberinya makan.

Padahal anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akhirat! Setiap upaya yang kita lakukan demi mendidiknya dengan ikhlas adalah suatu kebajikan. Setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Allah swt. Tidak inginkan hari kita terisi dengannya? Ataukah yang kita inginkan adalah hanya kesuksesan karir anak kita. Meraih hidup yang berkecukupan, cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil mentereng, cukup untuk membayar 10 pembantu, berakhir pecan di villa. Tanpa memperhatikan bagaimana aqidah, bagaimana ibadah, asal tidak bertengkar dan bisa senyum dan tertawa ria di rumah, disebutlah itu dengan bahagia.

Ketika usia mulai senja, mata mulai rabun, tulang mulai rapuh, atau tubuh ini hanya mampu berbaring dan tak bisa bangkit dari ranjang untuk sekedar berjalan. Siapa yang mau mengurus kita kalau kita tidak pernah mendidik anak-anak kita? Bukankah mereka sedang sibuk dengan karir mereka yang dulu pernah kita banggakan, atau mungkin sedang asyik dengan isteri dan anak-anak mereka?

Ketika malaikat maut telah datang, ketika jasad telah dimasukkan ke kubur, ketika diri sangat membutuhkan do’a, padahal pada hari itu diri ini sudah tidak mampu berbuat banyak karena pintu amal telah ditutup, siapakah yang mendo’akan kita kalau kita tidak pernah mengajari anak-anak untuk berdo’a? lalu… masihkah kita mengatakan profesi ibu rumah tangga dengan kata ‘cuma’ dengan suara yang lirih sambil tertunduk malu dan ?//**

********************************

Ibu Rumah Tangga
Kali ini saya ingin membahas sedikit tentang sosok Ibu Rumah Tangga.. Saat ini, tidak sedikit ibu rumah tangga yang merasa minder dan rendah diri, apabila mencantumkan pekerjaannya di KTP sebagai Ibu rumah tangga.

Padahal banyak wanita setelah direkrut menjadi pegawai negeri, atau bekerja di pabrik-pabrik dan kantoran, mendapatkan gaji sebagai imbalannya, akan tetapi hal itu harus mereka bayar mahal, yaitu dengan rontoknya rumah tangga mereka.
Dari hasil survey disimpulkan, sesungguhnya wanita saat ini sangat keletihan dan 65% dari mereka lebih mengutamakan untuk kembali ke rumah mereka. Saya sering menangani persoalan rumah tangga yang timbul karena sang ibu bekerja kantoran dan sibuk, begitu pula ayahnya.

Anaknya tidak terkendali dan menjadi anak-anak nakal. Kalau sudah begini saya menyarankan ibunya untuk mengalah dan lebih banyak di rumah untuk lebih dekat dan bisa mengontrol anak anaknya… Banyak wanita yang mulai mencoba memulai karirnya sebagai ibu rumah tangga, bahkan ada wanita yang biasa bekerja di kantoran, untuk menyemangati dirinya ada yang sampai menerapkan apa yang biasa dikerjakan di kantor dengan pekerjaaan di rumah.

Pada waktu pagi hari dia membuat catatan yang harus dikerjakan hari ini yaitu: Membuat purchase order, meeting supplier, incoming inspection… Dan beberapa jadwal lainnya. Rencana yang dibuat sesungguhnya adalah agenda biasa berupa jadwal harian rumah tangga.

Dia ibaratkan membuat daftar belanja kebutuhan sehari-hari dengan membuat purchase order; acara pergi ke pasar, supermarket, ataupun toserba dia istilahkan dengan meeting supplier; sedangkan incoming inspection adalah istilah untuk rapi-rapi rumah. Semua dia lakukan dengan tujuan agar lebih semangat dalam menjalani pekerjaan rumah.

Saya perhatikan ternyata menjadi ibu rumah tanggapun tidak semudah yang dibayangkan, Ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang tidak hanya membutuhkan perangkat kasar berupa tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya yang diperlukan untuk mencuci, menyetrika, bebenah rumah. Tetapi dibutuhkan pula perangkat lunak berupa kelihaian sang otak dalam mengatur keuangan, mengolah makanan, meredam emosi yang ada serta beberapa perangkat lunak lainnya yang berhubungan dengan naluri keibuan berupa kelembutan, kesabaran untuk mengayomi rumah tangga.

Terkadang ibu rumah tangga pun harus siap menjadi bodyguard dan satpam,(untuk anak dan suaminya nich..hehe), yang dapat mendeteksi keadaan rumah tangga agar selalu adem, ayem, tentrem. Ditambah dengan waktu kerja yang harus siap sedia selama 24 jam, seorang ibu rumah tangga memerlukan ketahanan jiwa dan fisik yang kuat.

Jika dalam perusahaan seorang wanita bisa mengambil cuti untuk beristirahat, tetapi tidak begitu dalam profesi ibu rumah tangga.tentu tidak bisa begitu saja pekerjaan di rumah ditinggalkan dengan alasan cuti, mengundurkan diri atau meminta pensiun dini karena capek ataupun tidak cocok dengan perkerjaan. Semua harus terus dijalani dengan ikhlas dan ridha untuk mendapat `gaji` berupa pahala tak terhingga dari Allah swt.

Juga `bonus` berupa surga jika patuh pada suami.Haruskah “beban” yang begitu berat masih digantungkan juga dengan harus mencari nafkah? Agama tidak melarang wanita bekerja, karena Siti Khadijah istri Rasulullah SAW adalah seorang pengusaha (entrepreneur), akan tetapi Islam menghendaki agar wanita melakukan pekerjaan/ karir yang tidak bertentangan dengan kodrat kewanitaannya, dapat menjaga kehormatan diri dan kemuliaannya.

Jadi kalau ada wanita iman yang berprofesi penuh sebagai ibu rumah tangga, janganlah malu bila ada yang menanyakan pekerjaannya. Jawablah dengan lantang dan kepala tegak ”Pekerjaan Saya adalah Ibu Rumah Tangga”.Karena inilah pekerjaan paling mulia di muka bumi. 

********************************

Penggalan Inspiratif:

Dikutip dari ibu Ainun Habibie:   

"Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Memang. Dan sangat mungkin saya bekerja waktu itu. Namun saya pikir : buat apa uang tambahan dan kepuasan batin yang barangkali cukup banyak itu jika akhirnya diberikan pada seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan resiko kami kehilangan kedekatan pada anak sendiri?

Apa artinya tambahan uang dan kepuasan profesional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang sendiri, saya bentuk pribadinya sendiri? Anak saya akan tidak memiliki ibu. Seimbangkah anak kehilangan ibu bapak, seimbangkah orang tua kehilangan anak, dengan uang dan kepuasan pribadi tambahan karena bekerja?
Itulah sebabnya saya memutuskan menerima hidup pas-pasan. Tiga setengah tahun kami bertiga hidup begitu."

~Jangan biarkan anak-anak mu hanya bersama pengasuh mereka
Bagaimana bila dibantu dg kakek neneknya?

~Sudah cukup rasanya membebani orangtua dengan mengurus kita sejak lahir sampai berumah tangga. Kapan lagi kita mau memberikan kesempatan kepada orangtua untuk penuh beribadah sepanjang waktu di hari tuanya.

Mudah-mudahan ini bisa jadi penyemangat dan jawaban untuk ibu-ibu berijazah yang rela berkorban demi keluarga & anak-anaknya.
Karena ingin Rumah Tangganya tetap terjaga & anak-anak bisa tumbuh dengan penuh perhatian, tidak hanya dalam hal akademik, tapi juga untuk mendidik agamanya, karena itulah sejatinya peran orangtua.

Belajar dari kesuksesan orang-orang hebat, selalu ada pengorbanan dari orang-orang yang berada dibelakangnya, yang mungkin namanya tidak pernah tertulis dalam sejarah. Berbanggalah engkau sang Ibu Rumah Tangga, karena itulah pekerjaan seorang wanita yang paling mulia.

Related Post

Previous
Next Post »